Jakarta – Jumlah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang dicabut izin usahanya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus bertambah. Hingga September 2024, sebanyak 15 BPR telah resmi tutup karena berbagai alasan, mulai dari masalah kesehatan finansial hingga ketidakmampuan pihak bank untuk memenuhi persyaratan modal minimum. Terbaru, OJK mencabut izin usaha PT BPR Nature Primadana Capital, yang berlokasi di Bogor, Jawa Barat.
Pencabutan izin PT BPR Nature Primadana Capital dilakukan berdasarkan Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-70/D.03/2024 tertanggal 13 September 2024. Pihak OJK menegaskan bahwa langkah ini merupakan bagian dari pengawasan ketat untuk menjaga stabilitas perbankan di Indonesia sekaligus melindungi konsumen dari risiko perbankan yang tidak sehat.
Alasan utama di balik penutupan BPR adalah ketidakmampuan bank dalam menjaga rasio Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum (KPMM). Rasio KPMM merupakan indikator penting yang digunakan untuk menilai kesehatan sebuah bank. Jika rasio ini turun di bawah standar yang ditetapkan OJK, bank tersebut dianggap dalam kondisi tidak sehat. Misalnya, PT BPR Nature Primadana Capital mengalami penurunan KPMM hingga negatif 31,21%, yang mengharuskan OJK mencabut izinnya.
Masalah lain yang sering dihadapi BPR adalah kesulitan dalam meningkatkan modal untuk menyehatkan kembali operasi bank. Dalam banyak kasus, pemegang saham dan manajemen bank gagal melakukan restrukturisasi yang diperlukan untuk memulihkan kinerja bank, sehingga akhirnya izin usaha dicabut oleh OJK.
Berikut daftar lengkap 15 BPR yang izinnya dicabut oleh OJK sepanjang tahun 2024:
OJK telah menetapkan beberapa BPR dalam status Bank Dalam Penyehatan (BDP) sebelum izin mereka dicabut. Status ini diberikan kepada bank yang mengalami masalah keuangan serius, dan pihak OJK memberikan kesempatan bagi bank tersebut untuk memperbaiki kondisi finansialnya dalam waktu tertentu. Jika setelah masa tenggang tersebut kondisi tidak membaik, OJK berhak mencabut izin usaha bank.
Langkah tegas OJK ini bertujuan untuk menjaga stabilitas sistem perbankan nasional serta memberikan perlindungan kepada nasabah dari risiko kerugian akibat bank yang tidak sehat. Selain itu, OJK terus mendorong perbankan di Indonesia, termasuk BPR, untuk memperkuat permodalan dan manajemen risiko guna menghadapi tantangan di masa depan.
Penutupan BPR tentunya berdampak langsung pada nasabah, terutama bagi mereka yang memiliki tabungan dan simpanan di bank tersebut. Untuk melindungi nasabah, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) akan bertanggung jawab dalam proses penggantian simpanan nasabah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Namun, proses ini memerlukan waktu dan tentu saja mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap perbankan, terutama di tingkat BPR.
Ke depan, tantangan bagi OJK adalah memastikan bahwa BPR yang beroperasi tetap sehat secara finansial dan mampu bersaing dengan bank-bank besar. Selain itu, penguatan regulasi dan pengawasan yang lebih ketat diperlukan untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali.