Jakarta – Kasus gugatan terkait perpanjangan kepengurusan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) periode 2024-2025 memasuki babak baru. Lima kader PDIP yang sebelumnya menggugat kepengurusan partai ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) kini melaporkan kasus tersebut ke Polda Metro Jaya dengan tuduhan bahwa mereka telah dijebak untuk menandatangani kertas kosong yang kemudian digunakan dalam gugatan.
Laporan tersebut diajukan oleh para kader pada Sabtu (14/9/2024), dengan Anggiat BM Manalu sebagai terlapor. Anggiat diduga memanfaatkan tanda tangan kelima kader tersebut, yakni Jairi, Djupri, Manto, Sujoko, dan Suwari, untuk menggugat kepengurusan DPP PDIP periode 2024-2025. Pelaporan ini turut didampingi oleh Badan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat (BBHAR) dari DPC Jakarta Pusat dan Jakarta Barat, yakni Triwiyono Susilo, Suaib Ubrusun, dan Aderlina Marpaung.
Menurut keterangan tertulis yang disampaikan Triwiyono Susilo, kelima kader PDIP tersebut melaporkan dugaan tindak pidana fitnah yang diatur dalam Pasal 311 KUHP, yang memiliki ancaman pidana penjara hingga empat tahun. Mereka merasa bahwa tanda tangan yang mereka bubuhkan di atas kertas kosong telah digunakan tanpa sepengetahuan mereka untuk mendukung gugatan ke PTUN dan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Kronologi Penandatanganan Gugatan
Triwiyono menjelaskan bahwa awal kejadian bermula ketika Jairi dan kawan-kawan bertemu dengan Anggiat BM Manalu di sebuah posko tim pemenangan. Pada kesempatan tersebut, Anggiat meminta dukungan mereka terkait isu-isu demokrasi. Karena sepakat, kelima kader bersedia memberikan tanda tangan di atas kertas kosong sebagai bentuk dukungan.
Namun, belakangan diketahui bahwa kertas kosong tersebut digunakan sebagai surat kuasa untuk menggugat kepengurusan PDIP di pengadilan. “Kami telah membawa alat bukti yang cukup dan laporan diterima di SPKT Polda Metro Jaya dengan nomor LP/B/5537/IX/2024,” jelas Triwiyono.
Langkah Hukum dan Gugatan yang Dicabut
Selain pelaporan ke kepolisian, Triwiyono juga menyatakan bahwa pihaknya akan mengajukan pengaduan terhadap Anggiat ke organisasi advokat terkait dugaan pelanggaran Kode Etik Advokat. Mereka merasa dijebak dan tidak mengetahui bahwa tanda tangan tersebut akan digunakan dalam sebuah gugatan hukum yang melibatkan kepengurusan partai.
Sementara itu, para kader yang semula menggugat surat keputusan (SK) perpanjangan kepengurusan PDIP periode 2019-2024 hingga 2025 menyatakan niat untuk mencabut gugatan tersebut. Hal ini disampaikan setelah mereka menyadari bahwa gugatan itu didasarkan pada penipuan. Ketua DPP PDIP bidang Reformasi Sistem Hukum Nasional, Ronny Talapessy, mengatakan bahwa partai akan mempertimbangkan upaya hukum lebih lanjut terhadap pihak yang menjebak kader-kader tersebut.
Ronny juga menegaskan bahwa PDIP tidak akan segan-segan melawan pihak-pihak yang mencoba mengganggu kedaulatan partai. Menurutnya, ada indikasi bahwa gugatan ini dilakukan oleh “tangan-tangan kekuasaan” yang berupaya memanipulasi kader PDIP, terutama mereka yang tidak memahami sepenuhnya situasi hukum yang terjadi.
Latar Belakang Gugatan
Gugatan yang dilayangkan oleh kader PDIP tersebut berfokus pada surat keputusan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) yang memperpanjang masa jabatan kepengurusan PDIP periode 2019-2024 hingga 2025. Tim advokasi yang dipimpin oleh Victor W Nadapdap mengajukan gugatan tersebut dengan alasan bahwa perpanjangan kepengurusan bertentangan dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PDIP, yang menyatakan bahwa masa bakti kepengurusan adalah lima tahun.
Menurut para penggugat, SK No. M.HH-05.11.02 Tahun 2024 yang memperpanjang masa kepengurusan DPP di bawah kepemimpinan Megawati Soekarnoputri tidak sesuai dengan pasal 17 dalam AD/ART partai, yang mengatur struktur dan komposisi DPP hanya berlaku untuk lima tahun. Hal ini menjadi dasar gugatan para kader PDIP ke PTUN Jakarta.
Namun, setelah mengetahui bahwa mereka diduga dijebak untuk menandatangani surat kuasa, para penggugat berencana untuk mencabut gugatan tersebut. Ronny Talapessy mengapresiasi keputusan tersebut dan berharap tidak ada lagi pihak yang memanfaatkan kader partai untuk kepentingan tertentu.
Kasus ini masih dalam proses hukum di Polda Metro Jaya dan akan terus dikawal oleh BBHAR PDIP. Pihak partai menegaskan bahwa mereka akan bertindak tegas terhadap setiap upaya yang mengganggu stabilitas partai dan akan mengambil tindakan hukum lebih lanjut jika diperlukan.